Rabu, 01 Februari 2017

Awal Yang Baik

Lima belas menit sebelum keberangkatan, mamah gue berpesan. “bekalnya dimakan ya ndri. Itu kan makanan kesukaan kamu” ucap mamah gue sambil membenarkan baju gue yang miring. Gue hanya mengangguk. Raut wajahnya terlihat sangat sedih ketika gue memutuskan untuk pergi ke bekasi selama beberapa minggu. Dia mungkin memikirkan gue akan ngekos dimana? Dia mungkin memikirkan bagaimana dengan pekerjaan gue yang jauh? dia mungkin memikirkan apakah gue tetap menjadi anak baik?

Sebelum mamah mengizinkan, sempat ada perdebatan diantara kami berdua. Mamah berpikir gue gila.
Ia menganggap bahwa tidak seharusnya gue pergi ke bekasi hanya karena putus cinta dari Arina. Namun keputusan gue sudah bulat. Papah gue mengatakan “hati-hati saja disana. Jika kamu rindu kami. Rumah ini tetap menjadi tempat untuk kamu pulang.” Lagi-lagi gue hanya bisa mengangguk. Mamah gue akhirnya pasrah dengan keputusan gue.

“bisnya udah dateng mah, andry ke dalem ya” ujar gue sambil memegang tangan mamah “mamah baik-baik ya dirumah. Andry cuma sebentar kok. Paling Cuma beberapa minggu doang. Kan tabungan cuma dikit. Hehehe” sambung gue sambil nyengir-nyengir guna membuat mamah tenang.

“yaudah hati-hati ya. Kabarin kalo udah sampe sana” ucapnya sambil merapikan rambut gue yang katanya terlihat berantakan. Gue akhirnya masuk ke dalam bis dengan sangat antusias. Gue senang bisa meninggalkan tangerang yang penuh dengan kenangan pahit. Gue juga senang karena mungkin gue akan menemukan orang-orang baru di bekasi. Yang mungkin lebih seru, lebih asik, atau bahkan lebih suka nulis ketimbang gue. Walau dalam hati memang masih berat untuk meninggalkan teman-teman lama seperjuangan. Tapi gue selalu berpikir gue cuma sebentar di sana. Gue hanya ingin menghilangkan segala penat yang terjadi di tangerang.

Lambaian tagan mamah gue mengiringi keberangkatan bis yang gue tumpangi saat itu. Gue pun membalas dengan lamabaian tangan kembali. Perlahan-lahan sosok mamah yang begitu baik hilang di terpa jarak. Gue kadang merasa berdosa karena tidak memberitahukan adik gue terkait perihal ini. gue enggak mau adik gue nangis. Mamah juga berjanji untuk merahasiakannya sampai gue benar-benar sampai di bekasi dengan selamat. Kesedihan mengiringi gue saat itu......

Rintik hujan menemani gue di sepanjang perjalanan. Hujan datang dengan begitu banyak kenangan. Gue hanya bisa mengenang masa-masa indah bersama Arina. Masih sangat terekam jelas wajahnya yang begitu menggemaskan. Kadang pula teringat tentang segala perjuangan yang telah gue berikan. Namun semuanya sirna. Gue sekarang menjadi orang yang paling sangat membencinya. Gue mungkin adalah satu-satunya orang yang tidak pernah ingin melihatnya kembali. Orang yang dulu pernah gue banggakan, kini harus berakhir dengan kebencian.

Kurang lebih sekitar tiga jam di bis. Gue akhirnya sampai  di bekasi. Karena pertama kalinya ke bekasi, gue diharuskan bertanya pada orang-orang sekitar. Gue cukup kaget dengan dialeg bahasa yang di gunakan. Berbeda dengan tangerang. Gue benar-benar harus membiasakan diri berlaku sopan. Karena di tangerang gue terbiasa spontan bila berbicara dengan orang lain. Jadi orang baru memang sangat sulit untuk menerima perbedaan. Tapi gue yakin seiring berjalannya waktu gue akan terbiasa. Bahkan untuk hal-hal yang mungkin baru gue dapatkan disini. Semisal gue harus lapor RT/RW.

Gue juga sebenarnya enggak tau akan menuju dan tinggal dimana. Karena hari sudah mulai malam gue akhirnya berhenti di sebuah desa. Tidak berbeda jauh dengan tangerang. banyak rumah-rumah kos-kosan juga. Karena mungkin letaknya dekat dengan pabrik. Gue akhirnya memutuskan untuk tinggal di desa tersebut. Dengan bekal seadanya mungkin inilah pertama kalinya gue merasa sangat kesepian. Biasanya gue bersenda gurau bersama keluarga. Gue kembali berpikir apakah keputusan yang gue ambil ini salah? Tapi ah gue masih ingin mencoba beberapa hari. Gue merasa gue hanya belum terbiasa.

Karena gue datang pada malam hari, gue pun belum mengenali para tetangga. Hingga akhirnya datanglah fajar dari ufuk timur. Pagi hari gue sambut dengan sangat ceria. Pasalnya gue tidak bekerja. Gure mengambil cuti selama 2 hari. Gue melihat lingkungan sekekeliling sudah sangat sibuk guna menjalani aktifitas. Para tetangga gue akhirnya menampakan dirinya. Betapa kagetnya gue ketika melihat seorang perempuan cantik berseragam mayora keluar dari rumah kos-kosannya. Ia bergegas berangkat karena mungkin ia akan terlambat. Gua yang senang emandanginya akhirnya harus menemukan jeda.

Perempuan di pagi hari itu sangat membuat gue penasaran. Gue coba menanyakan tentang perempuan itu kepada teman baru gue temukan di kosan. Sebut saja deni. Perawakannya seperti orang china. Bermata sipit, kulitnya putih. Hanya saja memiliki postur tubur yang besar alias gendut. Ia mengingatkan kepada sahabat gue yang ada di tengerang. Deni sudah satu tahun lebih ngekos disini. Ia bekerja di salah satu perusahaan otomotif yang gue lupa namanya.

“den, kenal cewek yang ngekos di sebelah kita enggak?” tanya gue dengan sambil nyengir-nyengir ke arahnya. Mungkin dia akan menganggap gue gila.

“oh yuni? Rambutnya panjang di kuncir kan? Kaya kuda gitu. Hahahaha” deni menjawab dengan bercanda.

“eh serius den. Plisss kasih tau gue tentang dia” gue merengek-rengek seperti bayi

“dia tuh sebenernya mantan gue ndry.” Deni menjawab dengan ekspresi sedih. Seolah ada kenangan buruk yang terjadi diantara mereka berdua.

“hah apa lu bilang? Dia mantan lu? Coba ntar gua tanya langsung ke orangnya. Gak percaya gue den.” Gue merasa terheran-heran

“eh jangan anjer. Ahahaha gue bercanda. Dia cewek galak ndry. Ini gue serius ya temen gua aja yg deketin dia pernah di siram air. Padahal temen gue cuma bilang dia cantik. Katanya kalo ngegombal bukan disini. Tapi di jalanan.” Jelas deni kepada gue.

“whattt? Gitu doang di siram air? Fix gue makin penasaran den. Oke terima kasih atas infonya kawan” gue menyudahi perbincangan karena deni yang terihat sedang siap-siap berangkat ke pabriknya.

Informasi yang gue dapatkan dari deni memang masih di bilang belum cukup. Gue hanya tau nama dan sikapnya kepada laki-laki. Gue belum tau tentang hobinya, gue belum tau tentang makanan kesukaannya, Gue juga belum tau mengapa di sampai segalak itu dengan laki-laki. Gue yakin ada yang salah dengan psikologi si yuni ini. Gue memutuskan untuk mencari tahunya sendiri.

Sampai pada akhirnya senja pun tiba. Tapi yuni tetap saja tak kunjung menampakan atang hidungnya. Gue yang duduk di depan kosan selama kurang lebih tiga puluh menit, hanya bisa memandangi senja yang pamit untuk segera pergi. Sugesti positif gue mengatakan bahwa yuni mungkin lembur. Di tambah deni juga yang belum pulang membuat gue kembali merasakan kesepian

Selepas meghrib gue kembali keluar dan duduk di depan kosan. Menunggu yuni mungkin memang perlu kesabaran. Akhirnya benar, tidak lama gue memandang langit malam. Yuni pulang dengan di antar oleh seorang laki-laki menggunakan motor ninja. Yuni benar-benar membuat gue kecewa. Gue yang jelas memperhatikannya sangat terpukul. Pertanyaan-pertanyaan seputar laki-laki itu pun terintas di dalam benak gue. apakah laki-laki itu pacarnya? gebetan? Atau sepupunya?

Lamunan gue terhenti saat deni mengucap salam. Deni pulang dengan tampak kelelahan. “biasa ndry, dia emang suka di anter cowok kalo pulang kerja” deni langsung membisikan kalimat itu ke kuping gue. deni tau gue sedang memperhatikan yuni dengan laki-laki itu. Deni langsung berjalan masuk ke dalam kosan. Sementara gue tetap duduk di depan kosan dengan memikirkan apa yang di katakan deni semenit yang lalu.

Tak lama, gue melihat Yuni keluar kosan. Ia benar-benar keluar dan berjalan menuju suau tempat. Mungkin tempat makan. Gue dengan segala mental seadanya bergegas membuntutinya. “mbak, mbak” gue coba memanggil yuni yang sedang berjalan di depan gue. Namun yuni tetap pada pandangannya kedepan. Ia enggan menoleh ke belakang. Malah langkah kaki yuni semakin kencang. Mungkin yuni takut jika suara tadi adalah suara suzana yang ingin membeli sate.

“mbak yang di depan, tunggu. Saya manusia mbak buka setan” gue coba menyusulnya dengan berlari

“eh elu. Gua kira siapa. Hahahaha maaf ya. Lu anak baru di kosan sebelah kan?” yuni tertawa sambil memelankan langkahnya

“iya mbak gpp. Wajar sih malem-malem gini kalo tiba-tiba ada suara yang manggil kan horror juga. Hehehe iya mbak baru sehari” jawab gue cengengesan.

Belum sempat banyak berbincang, yuni menghentikan langkah kakinya. Ia berhenti di suatu tempat makan yang menjual nasi goreng, kue tiaw, dan mie rebus. Gue pun mengikutin dia untuk makan di tempat itu.

“lu mau makan juga?” tanya yuni kepada gue dengan ekspresi datar

“iya mbak. Kebetulan emang laper sih” jawab gue

“oh gitu.” Ujar yuni singkat. “Bang nasi goreng satu ya. Biasa jangan pedes” teriak yuni kepada sang penjual

“bang satu lagi nasinya. Jangan pedes juga” tambah gue singkat.

Gue dan Yuni duduk bersandingan ibarat pasangan pengantin. Ada hening yang panjang di tengah-tengah berisiknya suara gas abang nasgor. Gue bingung harus memulai permbicaraan seperti apa. Sedangkan yuni sibuk memainkan handphonennya. Mungkin sedang membalas pesan pacarnya. atau mungkin sedang membuat status path yang bertuliskan “nasi goreng langganan bersama orang asing”

“mbak, udah sering makan disini ya?” ujar gue memecah keheningan

“iya gitu. Soalnya nasi gorengnya enak ketimbang yang lain” jelas yuni

Gue hanya bisa mengangguk kecil dan kembali bingung ingin menanyakan apa. Berada di dekat yuni seperti ini membuat jantung gue berdebar. Pasalnya yuni adalah cewek galak kata deni. Gue takut ketika gue salah nanya, gue bisa di getok pake tabung gas 3kg.

“oh iya lu kok bisa sih nyasar ke sini cong? Mau nyari kerja atau gimana?” kali ini yuni memecah keheningan

“oh soal itu. Saya iseng aja sih mbak pengen refresh dari kota tangerang. Udh banyak banget kepedihan-kepedihan yang saya rasakan disana.” Jelas gue dengan ekpresi murung

“hah? Maksudnya?” yuni bingung

“jadi saya baru aja putus mbak karena si cewek lebih milih balikan sama mantannya” jawab gue ketus

“hah? Hahahahahaha jadi lu kesini cuma buat pergi? Lu galau? Yaelah cong cong. Hahahahaha” yuni puas mentertawakan gue

“hehehehe ya abis saya bingung mbak. Keadaan hati saya kacau banget” jelas gue

“cong, lu tau kan indonesia ada 33 provinsi. Nah di tiap provinsi itu pasti ada ceweknya. Jadi buat apa galau-in cewek begitu?” yuni memberikan pencerahan

“tapi kan mbak, ngilangin kebiasaan yang udah terjaga gak semudah nengokin kepala” ujar gue

Yuni lagi-lagi tertawa. Entah apa yang lucu gue enggak ngerti. Tak lama nasi goreng kami pun datang. Gue dan yuni menemukan jeda berbincang karena kami berdua fokus kepada makan. Di sela-sela menikmati makan, gue berpikir dan coba meng-iyakan dua buah kebenaran. Yang pertama, gue setuju jika nasi gorengnya enak. Yang kedua gue setuju apa yang di katakan yuni. Masih banyak perempuan baik lainnya yang bisa gue temui di 33 provinsi di indonesia. Gue rasa ini adalah awal yang baik untuk terus berbincang dengan Yuni

To Be Continue..................

4 komentar: